Tujuan pendidikan umum di perguruan tinggi :
1. sebagai usaha membantu perkembangan kepribadian mahasiswa agar mampu berperan sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta agama.
2. untuk menumbuhkan kepekaan mahasiswa terhadap masalah – masalah dan kenyataan – kenyataan social yang timbul didalam masyarakat Indonesia.
3. memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa agar mereka mampu berpikir secara interdisip liner, dan mampu memahami pikiran para ahli berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dengan demikian memudahkan mereka berkomunikasi.
Jadi, secara khusus matakuliah dasar umum bertujuan untuk menghasilkan warga Negara sarjana yang :
1. berjiwa pancasila
2. taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
3. memiliki wawasan komprehensif
4. mamiliki wawasan budaya yang luas tentang kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan umum yang diselenggarakan universitas dan institute ini kemudian dikenal dengan mata kuliah dasar umum / MKDU yang telah terdiri dari beberapa matakuliah, yaitu :
1. agama
2. kewarganegaraan
3. pancasila
4. kewiraan
5. IBD
6. ISD
ISD adalah matakuliah dasar umum yang merupakan matakuliah swasta. Tujuan diberikannya matakuliah ini adalah semata – mata sebagai salah satu usaha yang diharapkan dapat memberi bekal kepada mahasiswa untuk dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendidikan ISD.
Kemampuan yang diharapkan dihasilkan dari lulusan pendidikan tinggi :
1. kemampuan akademis, adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berpikir logis, kritis, sistematis, dan anlisis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternative pemecahannya.
2. kemampuan professional, adalah kemampuan dalam bidang profesi Tanya ahli yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini, para tenaga ahli diharapakan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tiinggi dalam bidang profesinya.
3. kemampuan personal, adalah kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini, para tenaga ahli diharapkan memiliki penegtahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, dan tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai – nilai keagamaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Dengan sepetangkat kemampuan yang dimilikinya lulusan perguruan tinggi diharapkan menjadi sarjana yang cakap, ahli dalam bidang yang ditekuninnya serta mau dan mampu mengabdikan keahliannya untuk kepentingan masyarakat Indonesia dan umat manusia pada umumnya.
Latar belakang diberikannya matakuliah ISD di perguruaan tinggi karma beberapa hal, yaitu :
Banyaknya kritik system pendidikan di perguruan tinggi oleh para cendikiawan. Mereka berpendapat bahwa system pendidkan pemerintah Belanda yaitu kelanjutan dari politik “ balas Budi/Etische politik (oleh Conrad Theodore van Deventer) system pendidikan tersebut bertujuan menghasilkan tenaga terampil untuk menjadi “tukang” yang mengisi birokrasi mereka dibidang administrasi, perdangan, tehnil dan keahlian lain dalam tujuan eksploitasi (pemerasan) kekayaan Negara. Ternyata sekarang masih dirasakan banyak tenaga ahli yang berpengetahuan keahlian khusus dan mendalam, sehingga wawasannya sempit. Padahal sumbangan pemikiran dan adanya komunikasi ilmiah antara disiplin ilmu diperlukan dalam memecahkan berbagai masalah social masyarakat yang demikian kompleks hal lain system pendidikan kita menjadi yang “elite” bagi masyarakat kita sendiri, kurang akrab dengan lingkungan masyarakat, tidak mengenali dimensi – dimensi lain diluar disiplin keilmuannya dan perguruan tinggi seolah – olah menara gading yang banyak menghasilkan sarjana – sarjana “tukang” tidak mau dan peka terhadap denyut kehidupan, kebutuhan, serta perkembangan masyarakat.
Pengertian ISD :
Gabungan dari disiplin ilmu – ilmu social yang dipingginkan dalam pendekatan dan pemecahan masalah – masalah social yang timbul dan berkembang dalam masyarakat ISD memberikan dasar – dasar pengenalan umum tentang konsep – konsep yang dikembangkan untuk mengkaji akar – akar pengenalan umum tentang konsep – konsep yang dikembangkan untruk mengkaji gejala – gejala social kepada mahasiswa yang diharapkan cepat tanggap serta mampu menghadapi dan memberi alternative pemecahan masalah dalam kehidupan masyarakat.
MAHALNYA KAMPUS KITA
Zaman dulu, perguruan tinggi negeri atau PTN menjadi incaran calon mahasiswa. Salah satu alasannya, selain mutunya yang relatif terjamin, juga karena biaya pendidikan yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk kuliah di PTN itu relatif terjangkau untuk semua kalangan.
Namun, sekarang, asumsi seperti itu bisa dikatakan tidak berlaku lagi, gugur sudah. Apalagi setelah munculnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang mengubah status PTN menjadi PT Badan Hukum Milik Negara (BHMN) pada tahun 2008.
Undang-undang itu pada faktanya kemudian membuat biaya pendidikan di PTN menjadi tidak kalah mahalnya dibandingkan dengan kalau kita kuliah di perguruan tinggi swasta (PTS). Kuliah di PTN ataupun PTS dilihat dari sudut biaya relatif sama mahalnya. Umumnya berharga jutaan rupiah.
Coba kita teliti lebih lanjut, tidak semua PTS memberlakukan uang masuk yang tinggi. Ada PTS yang hanya mensyaratkan calon mahasiswa yang lulus tes masuk di universitas itu membayar Rp 10 juta-Rp 30 juta saja. Namun, biaya per semester umumnya relatif mahal, sekitar puluhan juta rupiah juga.
Contohnya, sebuah PTS di Jakarta mengenakan biaya masuk berdasarkan hasil tes calon mahasiswa. Mereka dibagi dalam empat golongan. Mereka yang hasil tes masuknya dianggap bagus dikenai biaya masuk lebih rendah daripada yang hasil tesnya kurang bagus.
Untuk fakultas komunikasi, misalnya, uang masuknya dari Rp 10,5 juta sampai Rp 16,4 juta. Bagi mereka yang memilih fakultas desain komunikasi visual, biaya masuknya lebih mahal, yakni dari Rp 20 juta sampai tertinggi Rp 30,6 juta. Sementara uang per semesternya Rp 3,5 juta-Rp 3,8 juta.
Undang-undang
Dengan munculnya undang-undang tersebut, dengan alasan antara lain biaya pendidikan yang tinggi, juga mensyaratkan calon mahasiswa baru di PTN pun membayar relatif mahal. Biaya masuk PTN pun umumnya sudah mencapai puluhan juta rupiah, sementara biaya per semester umumnya masih di bawah Rp 10 juta untuk fakultas-fakultas tertentu.
Biaya pendidikan perguruan tinggi itu seiring dengan berjalannya waktu terasa semakin mahal. Sebuah perguruan tinggi di Bandung, misalnya, dua sampai tiga tahun lalu mensyaratkan uang masuk wajib Rp 35 juta dan sekarang jumlah itu meningkat menjadi Rp 45 juta.
Itu pun perguruan tinggi tersebut masih ”menyediakan peluang” untuk calon mahasiswa baru memberikan sumbangan sukarela. Hal serupa juga berlaku pada beberapa PTN lainnya di sejumlah kota.
Contoh lainnya, perguruan tinggi di Jakarta yang mempunyai bidang studi ilmu komputer. Tahun 2007 batas atas uang masuknya Rp 25 juta dan tahun 2010 jumlah itu masih sama. Namun, biaya per semester yang pada 2007 batas atasnya sebesar Rp 1,7 juta, tahun ini menjadi Rp 7,5 juta.
Jadi, untuk menjadi mahasiswa PTN ataupun PTS, kita harus mempunyai dana yang relatif ”cukup tinggi”. Selain itu, tentu saja, persaingan di antara para calon mahasiswa pun semakin ketat.
Sekadar contoh, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, untuk jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) 2010 disediakan tempat untuk 15 mahasiswa. Sementara tahun 2009, jumlah pesertanya mencapai 1.417 orang!
Undang-undang itu pada faktanya kemudian membuat biaya pendidikan di PTN menjadi tidak kalah mahalnya dibandingkan dengan kalau kita kuliah di perguruan tinggi swasta (PTS). Kuliah di PTN ataupun PTS dilihat dari sudut biaya relatif sama mahalnya. Umumnya berharga jutaan rupiah.
Coba kita teliti lebih lanjut, tidak semua PTS memberlakukan uang masuk yang tinggi. Ada PTS yang hanya mensyaratkan calon mahasiswa yang lulus tes masuk di universitas itu membayar Rp 10 juta-Rp 30 juta saja. Namun, biaya per semester umumnya relatif mahal, sekitar puluhan juta rupiah juga.
Contohnya, sebuah PTS di Jakarta mengenakan biaya masuk berdasarkan hasil tes calon mahasiswa. Mereka dibagi dalam empat golongan. Mereka yang hasil tes masuknya dianggap bagus dikenai biaya masuk lebih rendah daripada yang hasil tesnya kurang bagus.
Untuk fakultas komunikasi, misalnya, uang masuknya dari Rp 10,5 juta sampai Rp 16,4 juta. Bagi mereka yang memilih fakultas desain komunikasi visual, biaya masuknya lebih mahal, yakni dari Rp 20 juta sampai tertinggi Rp 30,6 juta. Sementara uang per semesternya Rp 3,5 juta-Rp 3,8 juta.
Undang-undang
Dengan munculnya undang-undang tersebut, dengan alasan antara lain biaya pendidikan yang tinggi, juga mensyaratkan calon mahasiswa baru di PTN pun membayar relatif mahal. Biaya masuk PTN pun umumnya sudah mencapai puluhan juta rupiah, sementara biaya per semester umumnya masih di bawah Rp 10 juta untuk fakultas-fakultas tertentu.
Biaya pendidikan perguruan tinggi itu seiring dengan berjalannya waktu terasa semakin mahal. Sebuah perguruan tinggi di Bandung, misalnya, dua sampai tiga tahun lalu mensyaratkan uang masuk wajib Rp 35 juta dan sekarang jumlah itu meningkat menjadi Rp 45 juta.
Itu pun perguruan tinggi tersebut masih ”menyediakan peluang” untuk calon mahasiswa baru memberikan sumbangan sukarela. Hal serupa juga berlaku pada beberapa PTN lainnya di sejumlah kota.
Contoh lainnya, perguruan tinggi di Jakarta yang mempunyai bidang studi ilmu komputer. Tahun 2007 batas atas uang masuknya Rp 25 juta dan tahun 2010 jumlah itu masih sama. Namun, biaya per semester yang pada 2007 batas atasnya sebesar Rp 1,7 juta, tahun ini menjadi Rp 7,5 juta.
Jadi, untuk menjadi mahasiswa PTN ataupun PTS, kita harus mempunyai dana yang relatif ”cukup tinggi”. Selain itu, tentu saja, persaingan di antara para calon mahasiswa pun semakin ketat.
Sekadar contoh, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, untuk jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) 2010 disediakan tempat untuk 15 mahasiswa. Sementara tahun 2009, jumlah pesertanya mencapai 1.417 orang!